PERANAN PASAR DALAM PEMASARAN BARANG DAN JASA
Setiap produsen menginginkan barang dan jasa yang
diproduksi dapat segera sampai ketangan konsumen. Mekanisme yang
dilakukan adalah melalui pasar, yakni tempat pertemuan penawaran
dan permintaan yang akan menyebabkan terjadinya harga. Pada
situasi perekonomian zaman dulu dikenal dengan istilah economics of
scarcity dimana saat itu jumlah barang kebutuhan yang dihasilkan
masih belum begitu banyak dan jarang (scare) maka setiap barang
yang diproduksi selalu terserap di pasar. Peranan pasar pada situasi
tersebut adalah sebatas tempat menjual. Situasi demikian ini dikenal
dengan istilah seller’s market, artinya pasar milik penjual/ produsen
karena setiap barang yang dihasilkan selalu laku terjual. Para penjual
berkuasa dan dapat mempermainkan pasar. Adanya revolusi industri di
Inggris menimbulkan berbagai penemuan baru dalam teknik produksi
yang dapat menghasilkan barang dan jasa secara besar-besaran.
Kecenderungan produsen adalah membuat barang sebanyak -
banyaknya tanpa memperhatikan konsumen, yang pada gilirannya
pasar dibanjiri oleh barang- barang tersebut. Situasi seperti ini dikenal
dengan istilah economics of relative plenty yakni barang-barang
kebutuhan relatif banyak dibanding dengan konsumen yang
memerlukan. Kondisi seperti itu semakin meruncing dan persaingan
antar produsen semakin ketat guna mendapatkan bagian pasarnya.
Keadaan seperti ini disebut buyer’s market artinya pasar milik
konsumen. Pada gambar berikut terlihat suatu keadaan dimana
konsumen memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan
permintaannya.
Pembeli memiliki kebebasan memilih
Gambaran tersebut diatas pada dasarnya akan mendorong
para produsen untuk berfikir dan mengatur strategi yang jitu melalui
pengamatan yang jeli tentang selera konsumen dan kebutuhan
konsumen, sehingga produk yang dihasilkan dapat lancar terserap
pasar. Pasar yang semula sebatas tempat menjual dengan konsumen
yang sudah tersedia banyak, saat ini pasar adalah tempat untuk
memperebutkan permintaan. Peranan pasar adalah untuk menjaga
keseimbangan permintaan dan penawaran agar terjadi harga. Untuk itu
dalam upaya mendapatkan konsumen kegiatan pemasaran haruslah
mengacu pada pasar.
TIPE PERILAKU PEMBELIANKONSUMEN
Perilaku pembelian konsumen berbeda di antara produk pasta
gigi, raket tennis, kamera yang mahal dan mobil baru. Keputusan yang
lebih rumit biasanya melibatkan banyak pelaku dan lebih banyak
kesadaran pembeli. Gambar 4.6 menunjukkan tipe perilaku pembelian
konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian dan tingkat
perbedaan diantara merek.
Perilaku Pembelian Kompleks
Konsumen berada dalam perilaku pembelian yang kompleks
ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan mempunyai
persepsi yang signifikan mengenai perbedaan di antara merek.
Konsumen mungkin akan terlibat secara mendalam ketika produk itu
mahal, beresiko, jarang dibeli dan menunjukkan ekspresi diri.
Umumnya, konsumen harus mempelajari banyak hal mengenai
kategori produk tersebut. Misalnya, pembeli komputer mungkin tidak
mengetahui atribut apa yang harus dipertimbangkan. Banyak fitur
produk yang tidak memiliki arti seperti: “Chip Pentium Pro”, “VGA
dengan resolusi super”, atau “mega RAM”.
Pembeli produk tersebut akan melalui proses pembelajaran,
pertama mengembangkan keyakinan mengenal produk, kemudian
sikap, dan kemudian melakukan pilihan pembelian dengan penuh
pertimbangan. Pemasar produk-produk dengan tingkat keterlibatan
tinggi harus memahami perilaku konsumen dalam pemilihan informasi
dan evaluasi. Mereka perlu membantu pembeli untuk mempelajari
atribut -atribut kelas produk dan tingkat kepentingannya serta apa yang
ditawarkan oleh merek itu dalam memberikan nilai pada atribut yang
penting. Pemasar perlu mempelajari cara membedakan fitur-fitur
mereknya, dan mendeskripsikan manfaat mereknya dengan
menggunakan media cetak dengan teks yang panjang. Mereka harus
memotivasi pramuniaga dan kenalan untuk mempengaruhi pemilihan
merek akhir.
Perilaku Pembelian Pengurangan Disonasi
Perilaku pembelian pengurangan disonasi terjadi ketika
konsumen mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan pembelian yang
mahal, tidak sering atau beresiko, namun melihat sedikit perbedaan
antar merek. Contoh, konsumen yang membeli karpet, mempuny ai
keterlibatan yang tinggi karena mahalnya dan arena ekspresi diri. Akan
tetapi, pembeli mungkin menganggap kebanyakan merek karpet dalam
kisaran harga yang sama mempunyai kualitas yang sama. Dalam
kasus itu, karena persepsi mengenai perbadaan merek tidak terlalu
besar, pembeli mungkin berkeliling berbagai toko untuk melihat barang
apa saja yang tersedia, namun membeli secara relatif cepat. Pembeli
mungkin akan menanggapi itu pada harga yang lebih baik atau kepada
kemudahan pembelian.
Setelah pembelian, konsumen akan mengalami disonasi
setelah pembelian (post purchase dissonance) ketika mereka
menyadari kekurangan tertentu dari karpet yang telah dibeli atau
mendengar hal yang lebih baik dari merek yang tidak dibelinya. Untuk
mengatasi disonasi tersebut, komunikasi pasca penjualan dari pemasar
sebaiknya memberikan bukti dan dukungan kepada konsumen agar
merasa tepat dan merasa nyaman dengan pilihan merek yang telah
dilakukannya.
Perilaku Pembelian Kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam kondisi di mana
konsumen mempunyai keterlibatan rendah dan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antar merek. Contoh, garam. Konsumen
mempunyai keterlibatan yang rendah dalam kategori produk itumereka
hanya pergi ke toko kemudian mengambil satu merek. Jika
mencari merek yang sama, itu hanya karena kebiasaan bukan karena
kesetiaan terhadap merek tertentu. Konsumen tampaknya mempunyai
keterlibatan yang rendah terhadap produk yang harganya rendah dan
yang secara teratur dikonsumsi.
Dalam kasus tersebut, perilaku pembelian konsumen tidak
melalui jalur keyakinan-sikap-perilaku yang biasa. Konsumen tidak
mencari secara luas informasi merek, mengevaluasi karakteristik
merek, dan memutuskan secara serius merek apa yang akan dibeli.
Mereka secara pasif menerima informasi pada saat melihat televisi
atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan kebiasaan
terhadap suatu merek (brand familiarity) bukannya keyakinan merek
(brand convicition). Konsumen tidak membangun sikap yang kuat
terhadap sebuah merek, mereka memilih merek karena merek itu
dikenal. Karena mereka tidak terlibat secara kuat dengan produk
tersebut, konsumen tidak mengevaluasi pilihan setelah pembelian.
Oleh karena itu, proses pembelian tersebut melibatkan keyakinan
merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti oleh perilaku
pembelian yang diikuti atau tidak diikuti oleh evaluasi.
Karena pembeli tidak terlalu tergantung pada merek tertentu,
pemasar produk dengan keterlibatan rendah dan perbedaan antar
merek yang sedikit terkadang menggunakan harga dan penjualan
promosi untuk mendorong percobaan suatu produk. Dalam
mengiklankan produk dengan mendorong keterlibatan rendah, baunyi
iklan harus menekankan hanya pada sedikit hal yang penting tertentu.
Symbol dan imajinasi visual merupakan hal yang penting karena hal itu
mudah diingat dan diasosiasikan dengan merek. Kampanye iklan harus
mengandung pesan pendek yang berulang. Televisi biasanya lebih
efektif dari pada media cetak karena televisi merupakan media dengan
keterlibatan rendah yang cocok dengan pembelajaran secara pasif.
Perencanaan iklan harus didasarkan pada teori pengkondisian klasik,
di mana pembeli belajar mengidentifikasi produk tertentu melalui simbol
yang melekat padanya.
Pemasar bisa berusaha mengubah produk keterlibatan rendah
menjadi produk keterlibatan produk dengan menghubungkan produk
tersebut dengan isu-isu terkait. Procter & Gamble melakukan ketika dia
menghubungakn pasta gigi Crest dengan penghindaran gigi berlubang.
Atau produk dapat dihubungkan dengan sejumlah kondisi pribadi.
Nestle melakukannya dengan serangkaian iklan untuk kopi Taster’s
Choice, setiap iklannya menggunakan episode mirip opera sabun yang
berisi tentang dua orang tetangga yang terlibat asmara. Hasil
terbaiknya adalah strategi itu dapat menaikkan keterlibatan konsumen
dari tingkat rendah menjadi sedang. Akan tetapi, strategi itu cenderung
tidak mendorong konsumen ke keterlibatan tinggi.
Perilaku Pembelian Pencarian Variasi
Konsumen berada pada perilaku pembelian pencarian variasi
dalam situasi ketika konsumen mempunyai tingkat keterlibatan yang
rendah tetapi mempersepsikan adanya perbedaan merek yang
signifikan. Dalam kasus seperti itu, konsumen seringkali beralih merek.
Contoh, pada saat membeli kue, seorang konsumen terkadang
memiliki sejumlah keyakinan, memilih kue tanpa banyak evaluasi,
kemudian mengevaluasi merek tersebut pada saat pengkonsumsian.
Tetapi lain kali, konsumen mungkin akan mengambil merek lain yang
setara karena kebosanan atau semata-mata ingin mencoba sesuatu
yang berbeda. Penggantian merek terjadi karena variasi semata-mata
dan bukan karena ketidakpuasan.
Pada produk kategori tersebut, strategi pemasaran akan
berbeda bagi pemimpin pasar atau merek minoritas. Pemimpin pasar
akan mencoba merangsang perilaku pembelian kebiasaan dengan
menggunakan rak secara luas, mempertahankan rak penuh dengan
produknya, dan menjalankan iklan berkala untuk mengingatkan.
Perusahaan pesaing akan merangsang pencarian variasi dengan
menawarkan harga yang rendah, penawaran khusus, kupon, sampel
gratis, dan iklan yang memperlihatkan berbagai alasan untuk mencoba
sesuatu yang baru.
No comments:
Post a Comment