PERAN PEMBINAAN MORAL DAN BUDI PEKERTI
BAGI MASYARAKAT INDONESIA
Di susun oleh :
Nama : xxxxxx
Kelas : B (2008) semester : V
NPM : 0804xxxxxxxx
UNIVERSITAS KANJURUHAN
TAHIUN AJARAN 2010 – 2011 MALANG
PERAN PEMBINAAN MORAL DAN BUDI PEKERTI
BAGI MASYARAKAT INDONESIA
Nur Farida
Kelas : B (2008) semester : V
NPM : 080401060313
ABSTRAK
peran pembinaan moral dan budi pekerti bagi masyarakat indonesia
maka membahas perkembangan peradaban manusia. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang arti pentingnya pendidikan Moral dan Etika bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di Indonesia.
1. Pendahuluan
Salah satu tujuan penyelenggraan pendidikan ialah untuk membentuk sikap
moral dan watak masyarakat yang berbudi luhur., dan itu bisa di mulai dari Generasi muda khususnya murid sebagai dasar pendidikan yang utama
Dahulu para murid diberikan pelajaran Budi Pekerti untuk mencapai tujuan tersebut. Namun sekarang pelajaran itu telah ditiadakan karena pelajaran tersebut mungkin tidak banyak merubah kepribadian
murid menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral.
Indonesia memiliki Pancasila dan nilai-nilai budaya yang luhur dan juga merupakan salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia, dan tingkat kerusuhan yang juga tinggi. Bangsa lain memandang Indonesia menjadi negara yang tidak lagi aman untuk dikunjungi sehingga Indonesia pernah menjadi negara yang dilarang untuk dikunjungi oleh salah satu negara besar di dunia.
Negara tersebut mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya yang akan berkunjung ke Indonesia.
Salah satu cara membentuk watak dan pribadi bangsa ialah dengan melalui pendidikan. Jika demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan pendidikan Indonesia sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis dan korup. Selain pengajaran agama salah satunya adalah pembinaan moral dan etika di masyarakat
A.Pendidikan
Pendidikan berasal Dari kata paedagogia (Yunani) pergaulan Artikel Baru Yang berarti anak-anak.Namun Sering diartikan seorang pelayan PADA Masa Yunani Kuno pekerjaaannya Yang mengantar anak dan Menjemput sepulang Dari Sekolah. Paedagogis berasal Dari kata paedos (anak) dan agoge (otonashi membimbing, memimpin). Kemudian makna paedagogos berarti pekerjaan Yang mulia, pengertian paedagogog berarti Orang Yang bertugas membimbing kearah pertumbuhannya anak berdiri Sendiri dan bertanggung jawab.
Sedangkan Pendidikan pandangan etimologi adalah pendidikan Yang berasal Dari bahasa Latin eex (Keluar) dan dudere duc (mengatur, mengarahkan dan memimpin). Secara harfiah berarti mengumpulkan Informasi Pendidikan dan menyampaikan Serta menyalurkan kemampuan (Bakat). Adapun John Dewey mengartikan Pendidikan sebagai suatu proses pembentukan ditempatkan Yang pajaknya Yang mendasar menyangkut daya pikir intelextual
Pendidikan Juga dapat diartikan sebagai suatu usaha Sadar Manusia Yang dilakukan untuk membawa anak didik ke tingkat Dewasa memikul tanggung jawab Mampu menjaga moral dan etika di masyarakat .Selain ITU Umar Muhammad Al-Thoumy menjelaskan bahwa al-Syaibani Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengubah tingkah laku individu kehidupan pribadinya sebagai Name of Dari kehidupan Masyarakat dan kehidupan alam semesta.
Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan.
Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi,
Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan
B. Moral
Moral adat istiadat kata berasal Dari Yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Sinonim Dari kata tersebut adalah etik (Ethos, bahasa Yunani Kuno Yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir), Akhlaq (bahasa Arab, kata jamak Dari Khulq Yang tingkah laku atau budi pekerti berarti), Serta budi pekerti ( bahasa Indonesia). Dagobert D. menjelaskan bahwa Runer Istilah moral (Inggris) seringkali perlengkapan untuk merujuk aturan-aturan PADA, tingkah laku, kebiasaan individu dan atau Kelompok. Artikel Baru demikian Istilah Akhlak atau moral dapat perlengkapan untuk menunjukkan arti tingkah laku Manusia maupun aturan-aturan Tentang tingkah laku Manusia. M. Amin Abdullah misalnya, mengartikan moral sebagai aturan-aturan normatif Masyarakat . Amin Abdullah ANTARA membedakan Etika dan moral Dimana moral merupakan tata Nilai Yang Sudah Jadi dan Siap pakai & Etika merupakan studi terhadap Keterangan moralitas,
Istilah moral seringkali perlengkapan Secara silih berganti Akhlak . Akhlak dipergunakan untuk merujuk suatu kecerdasan, Tinggi rendahnya intelegensia, kepandaian dan kecerdikan. Kata atau moral Akhlak acapkali untuk menunjukkan suatu terapi Buruk atau Baik, Sopan santun dan kesesuaiannya
Terlepas Dari kata Yang Baik moral, Etika, Akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan Yang sama, yaitu adanya KUALITAS-KUALITAS Yang Baik ,teraplikasi seseorang kehidupan sehari-hari, Baik kehidupan bermasyarakat. Walau mempunyai penyusutan, namun moral, Etika dan akhlaq dapat dianggap sama apabila sumber ataupun Produk sector sesuai dengan pendidikan,dan moral etika masyarakat
Moral untuk menunjukkan aturan-aturan normatif, tata tingkah laku Nilai Tentang Juga Tentang sikap dan tingkah laku dan kehidupan Manusia sehari-hari , Baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial .
Pendidikan Bukan sekedar moral Tentang bagaimana mengajarkan Tentang mana norma moral Nilai-Nilai keutamaan dan Nilai-Nilai mana keburukan, lebih dari itu ,namun kajian merupakan Tentang bagaimana moralitas anak didik dikembangkan untuk mencapai moralitas Baik
2. Latar Belakang Masalah
Globalisasi sebagai sebuah proses Amat Bergerak Cepat dan meresap kesegala Aspek kehidupan Kita Baik Aspek Ekonomi, Politik, Pendidikan sector maupun sosial. Gejala Khas Dari proses globalisasi adalah kemajuan-kemajuan Ilmu pengetahuan, Teknologi Komunikasi-Informasi dan Teknologi Transportasi. Kemajuan-kemajuan Teknologi rupanya mempengaruhi begitu KUAT ring-ring Ekonomi, Politik, sosial sector Pendidikan dan globalisasi
Sehingga menjadi realita Yang tak terelakkan dan menantang. Namun, globalisasi sebagai suatu proses ambivalen pajaknya. Satu Sisi Besar Membuka Peluang untuk perkembangan Manusia Dewasa ini tampak semakin lepas kendali dari pertimbangan etis. hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kemajuan Manusia Kepemilikan Modal di Ilmu pengetahuan dan Teknologi Selalu akibat globalisasi regular tidak sebanding peningkatan Kepemilikan moral. Satu Sisi kemajuan Ilmu pengetahuan dan Teknologi Manusia Memang lebih Mudah Membuat Hidup menyelesaikan persoalan, namun disisi lain berdampak negatif ketika Ilmu pengetahuan dan Teknologi regular tidak Lagi berfungsi sebagai pembebas Manusia, dan membelenggu melainkan justru menguasai Manusia
Arus globalisasi ternyata berhasil mendobrak tatanan moral tradisional adat istiadat dan kebiasaan luhur Nenek moyang Manusia. Wujud Nilai-Nilai moral Berupa penghormatan Sesama Manusia, tanggung jawab, kejujuran, kerukunan dan kesetiakawanan Manusia lambat laun digeser otonomi Yang Dibuat mendewakan kebebasan. Malah, ada yang memandang dirinya sebagai kebebasan, sehingga pihak lain tidak berhak mengaturnya.Kebebasan Sering mengkondisikan "homo homini lupus", Manusia Yang tidak Mengenal Batas-Batas wewenang dan hak sosial kehidupan
Pergeseran Peran norma moral khususnya terjadi pada masa Revolusi perancis Yang menjadi simbol kebebasan segala Zaman. Humanisme Baru Manusia modern makin meninggalkan Nilai-Nilai baku. Manusia menjadikan dirinya sebagai aturan dan cenderung melepaskan keterikatan normatif Diri Dari Yang dianggap ketinggalan Zaman. Manusia mengalami otonomi Diri sebagai Yang berkuasa tetap Permanent Penuh dirinya Sendiri. Ini tercermin Dari sikap Manusia Yang Hanya Ingin, lebih menguasai demi kepentingan Pribadi
Pandangan Hidup Yang mengagungkan kebebasan pribadi umumnya akan mendorong Manusia untuk mendahulukan kepentingan Pribadi. Yang diutamakan adalah Pribadi kebebasan, dan hak-hak Orang lain dilupakan. Sikap itu seringkali menjerumuskan Manusia ke perbenturan kehidupan sosial. Tinggal diluar Penyanjung kebebasan seolah-Olah entitas tidak berdampingan sosial.Akibatnya, Nilai-Nilai Moral dan etika di masyarakat di abaikan
Memang akan Terus Arus globalisasi merambah kesetiap penjuru dan sendi-sendi kehidupan.Oleh karena itu Yang menjadi persoalan globalisasi bukanlah bagaimana menghentikan Laju, tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran dan komitmen kepada Manusia Nilai-Nilai moral, sehingga dampak negatif dikendalikan Dari dapat globalisasi. Sebab ketidakpedulian terhadap Nilai-Nilai akan mengakibatkan Komposisi Arah dan perkembangan peradaban Manusia menjadi tidak jelas. Akibat selanjutnya akan terpuruk ke jurang kehampaan makna Hidup yang mencekam ,betapapun besar besaran dilingkupi Materiil Dibuat kekayaan yang melimpah. Noeng Muhadjir menegaskan bahwa Masyarakat Manusia dapat bertahan Karena adanya komitmen Nilai-Nilai moral. Bila Semua Orang Pernah tidak menaati janjinya, acuh ,tidak tanggung jawabnya, mempermainkan patokan-patokan moralitas, dibayangkan hancurnya Masyarakat Manusia
disinilah arti Pendidikan moral. Pendidikan untuk Artikel, subyek didik dapat dibantu memahami esensi dan arti Nilai-Nilai moral yang mengembangkan segala potensinya mewujudkan Nilai-Nilai Nyata, Baik Nilai-Nilai ilahi maupun Insani
Masalah Secara normatif moral yang seharusnya implicit terkait masih berlangsung program Pendidikan, namun konseptualisasi sistem Pendidikan moral Secara Khusus Tetap diperlukan guna memberikan Arah atau kepada pelaku PANDUAN Pendidikan menjalankan sistem Pendidikan moral
sistem Pendidikan konseptualisasi moral Secara filosofis dirasa semakin dibutuhkan, mengingat pemikiran dirasa itu Kurang memadai. hal didasarkan pada kenyataan Masih Belum filosofis pemikiran jelasnya, Konsep-Konsep atau Teori-Teori Pendidikan , dihadapkan Yang perkembangan peradaban Manusia adanya pergeseran Nilai
begitu Masyarakat Yang Cepat ditengah-Tengah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi. perlu adanya kajian terhadap pemikiran tokoh-tokoh Pendidikan, Baik Islam maupun non Islam, Tentang Pendidikan moral untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan, dan sebagai Bahan pertimbangan mengambil Konsep-Konsep Pendidikan moral baik untuk dihidupkan di Masa mendatang dan sekarang
3. Rumusan masalah
Dari latar belakang Diatas Masalah, Yang diangkat permasalahan-permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan Tentang Pendidikan moral?
2. Apakah persamaan dan penyusutan pandangan Tentang Pendidikan moral?
3. Bagaimana relevansi pandangan tokoh Tentang Pendidikan Masyarakat ?
4. Komposisi Dan Pembinaan Pendidikan Moral
Komposisi adalah:
• Untuk mengetahui pandangan tokoh Tentang Pendidikan moral.
• Untuk mengetahui persamaan dan penyusutan pandangan para tokoh Tentang pengertian Pendidikan Pendidikan moral meliputi moral, Pendidikan sumber moral, Pendidikan moral dan Metode Pendidikan Komposisi moral.
• Untuk mengetahui relevansi pandangan kedua tokoh Tentang Pendidikan moral Masyarakat modern.
Artikel Pembinaan Moral dan Etika masyarakat diharapkan berguna untuk:
• Memberikan Manfaat BAGI para pendidik khususnya masyarakat agar pendidikannya menekankan kepada pembentukan sikap, terapi dan membentuk moral sehingga Komposisi Pendidikan Moral dan Etika dapat dicapai.
• Memberikan masukan dan Informasi BAGI disiplin Ilmu Agama/ Moral Dibuat sehingga dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang berminat
• Sebagai Bahan pemikiran untuk lebih Lanjut, misalnya Penelitian mengembangkan.
Pendidikan Menemukan Inovasi Baru Pembinaan moral.
A. Metode Penelitian
Kajian skripsi seluruhnya tetap Permanent berdasar kajian atau studi literatur Pustaka. Oleh karena itu Sifat penelitiannya adalah kepustakaan (Library Research). Data dikumpulkan dan dianalisis seluruhnya Yang berasal Dari literatur maupun Bahan Dokumentasi lain, seperti Tulisan di jurnal dikaji yang relevan
Data dikumpulkan yaitu data data primer sekunder .Data data primer merupakan pemikiran Artikel Baru Yang Berlangganan al-Ghazali dan Emile Durkheim Tentang Pendidikan moral berbagai karyanya, Jumlah ANTARA: "Ihya 'Ulumuddin", "Fatihat al-Ulum", "Mizan al-'Amal", "al Mi'raj -Salikin "," "Ayyuha al-Walad. Adapun data primer Dari Durkheim meliputi: "Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan", Sosiologi dan Filsafat. Sedangkan data sekunder merupakan data Yang Yang Artikel Baru Pendidikan Yang lain dikemukakan Be ilmuwan. Data sekunder penunjang dan analisis Bahan pelengkap
B. Metode Historis
Metode Akun dimaksudkan untuk menyingkap, menggali Serta menganalisis dan menelaah persoalan-persoalan Yang menjadi obyek studi Makalah Dari Kacamata kesejarahan sehingga didapatkan ceritanya Yang obyektif karena didasari analisis latar belakang Peristiwa obyektif .Metode Suami berpijak PADA pendekatan Akun Yang Bukan untuk menampilkan Aspek kesejarahan pemikiran al-Ghazali dan Emile Durkheim dan Tokoh pendidikan Moral yang lain Secara kronologis Dari julian ke julian, tetapi terfokus Pada kajian mengenai biografi al-Ghazali dan Emile Durkheim, Pendidikan dan Karir intelektualnya. latar belakang sosio-kultural, latar belakang pemikirannya, karya-karyanya hal lain yang relevan
C. Metode deskriptif
Metode deskriptif merupakan Langkah-Langkah Yang dilakukan Rangka representasi obyektif Tentang Realitas Yang terdapat di Masalah Yang di teliti. Atau dapat diartikan sebagai metode Juga untuk mendeskripsikan segala hal Yang berkaitan permasalahan Pembinaan MoralYang Pokok, melacak dan mensistematisir sedemikian rupa. metode deskriptif untuk mendeskripsikan pemikiran-pemikiran Para tokohYang berkait Tentang Pendidikan moral Dari berbagai karyanya.
D. Metode analisis
Metode analisis untuk menelaah pemikiran Pendidikan moral Yang telah dijelaskan metode deskriptif. Analisis isi (analisis isi), yaitu menganalisis Konsep pemikiran berbagai Dari Yang berkait Pendidikan Tulisan moral, dan terutama Yang Dibuat dikemukakan oleh para Tokoh pendidikan moral
E. Metode Komparatif
Metode komparatif Suami Perbandingan menggunakan logika. Komparasi Yang Dibuat komparasi adalah Fakta-Fakta replikatif. Canada tersebut komparasi pemikiran Pendidikan moral sebagai FOKUS PENELITIAN dibandingkan kajian selanjutnya
Disusun kategorisasi teoritis yaitu penyusutan dan persamaan tokoh Pendidikan Moral tersebut. Pembandingan untuk menemukan aktualitas, melacak relevansi, dan bahkan menemukan kemungkinan kesejajaran pendididikan moral untuk diterapkan PADA Masa sekarang dan akan Datang .
5. Tinjauan Pustaka
Kajian Tentang tokoh Pendidik Moral banyak, Baik mengenai Sejarah hidupnya, karya-karyanya maupun berbagai pemikirannya. Masalah Pembongkaran Filsafat, Etika, tasawuf, Pendidikan, jiwa dan Masalah lain-lain. Namun demikian pemikirannya Tentang Penulis pengetahuan sejauh Pendidikan moral, Belum tergarap Secara spesifik. Pemikiran Yang biasanya bertumpu ada pada Pendidikan Secara Umum, ataupun PADA Aspek-Aspek lain sistem moral. Diantara beberapa Penulis Yang membahas adalah pemikiran al-Ghazali membahas Skripsi Asep Suryana yang "Tentang Pemikiran Al-Ghazali Pendidikan Islam" Yang meliputi pengertian, Komposisi, Kurikulum metode dan materi Pendidikan Islam, Ibnu Abidin mengulas Yang Rusn Tentang "Pemikiran Tentang Pendidikan Al-Ghazali "Yang pandangan al-Ghazali Ilmu Tentang Manusia dan berisi, Pendidikan Tentang pemikiran al-Ghazali meliputi pengertian, subyek didik, Kurikulum, Pendidikan metode dan Evaluasi Pendidikan. Juga Tentang pemikiran aktualitas al-Ghazali di Dunia Pendidikan Dewasa ini dan Skripsi, Juga Moch. Ani Muchlis menulis yang "komparasi Pemikiran Pendidikan Islam Antara Al-Ghazali Dan Naquib Al-Attas". dikomparasikan pemikiran keduanya meliputi Pendidikan Pengertian, Konsep Tentang Ilmu, Konsep Tentang Manusia, Pendidikan dan Komposisi sistem Pendidikan Islam. Satu-satunya Yang mengulas pemikiran Pendidikan Penulis Sepanjang moral al-Ghazali Yang ketahui adalah Zainal Abidin mengulas tesis Yang Ahmad Tentang "Pendidikan Moral Menurut Al-Ghazali" meliputi: Pendidikan Komposisi moral, materi Pendidikan moral, metode Pendidikan dan moral. Juga dikemukakan kelemahan dan Kekuatan Dari pemikiran al-Ghazali dan relevansinya Artikel Baru Masa sekarang.
Sedang Emile Durkheim Sebagai seorang sosiolog Yang berkaliber cendekiawan Internasional Yang mencoba menyoroti pemikirannya .. Djuretna A. Imam muhni "Moral dan Religi Menurut Emile Durkheim dan Henry Bergson" telah membahas pemikiran Emile Durkheim Tentang bagaimana pentingnya moral dan religi ditempatkan sebagai kesejahteraan dan kebaikan Hidup Bersama, pemikiran Emile Durkheim mengenai moralitas ditinjau Dari Segi Filsafat Pancasila Artikel Baru Judul "Pandangan Moral Emile Durkheim Ditinjau Dari Filsafat Pancasila".
Begitu pula skripsi Judul Artikel Baru "Relasi Moral dan Masyarakat" Yang ditulis Oleh M. Ridwan alumni Fakultas Ushuluddin.M. Ridwan membahas esensi moralitas Yang terdiri Dari Tiga Unsur kaitannya Artikel Baru Dinamika Masyarakat disiplin yaitu moral, keterikatan PADA Kelompok dan otonomi. Dan Juga Skripsi karya Fathatur Rahmani Judul Artikel Baru "Sekolah Sebagai Laboratorium Pendidikan Dan Pelatihan Moral" Yang menfokuskan pembahasan PADA Penggunaan Sekolah sebagai laboratorium Pendidikan dan Pelatihan Unsur-Unsur Yang salah moralitas Satu merupakan pandangan Emile Durkheim
Dari beberapa karya Yang telah disebutkan Diatas Maka dapat dipastikan bahwa studi komparasi Tentang Pendidikan moral menurut al-Ghazali dan Belum Pernah dibahas Emile Durkheim.Karena itu Penulis memfokuskan PADA "Pendidikan Moral dan Etika.
Pandangan Al-Ghazali Dan Emile Durkheim Tentang Pendidikan moral selanjutnya sedapat mungkin akan dikaji Keterangan Secara metodologis untuk mendapatkan Jawaban tetap Permanent persoalan-persoalan kajian Yang menjadi sasaran.
6. Kajian teoritik
Penulis kiranya perlu memandang Melihat hal-hal Yang munculnya dilandasi pengertian moral dan Teori-Teori Tentang Pendidikan moral, ?
Masalah atau pengertian moral yang selama menjadi perdebatan para pemikir Pembina masyarakat disebabkan hal Dibuat latar belakang Pendidikan, kecenderungan, pengalaman, pengetahuan dan kondisi sector sosial berbeda yang. Untuk Melihat pengertian Tentang moral, BANYAK Teori-Teori Yang telah dihasilkan para Ahli Dibuat Yang mendasari lahirnya pengertian moral. Diantara Teori tersebut ANTARA lain:
1. Teori Darwin (survival of the fittest) BAGI kelangsungan Hidup Yang Sempurna dan KUAT.Teori Darwin berintikan bahwa kehidupan ITU BAGI mereka Yang KUAT.
2. Teori Sosiologi, Yang menegaskan bahwa Nilai Bukan Baik mutlaq. Hal Yang Baik dipengaruhi Masyarakat Dibuat perkembangan.
3. Teori Psikoanalisa Yang Dibuat dikemukakan Freud (1856-1939) menerangkan bahwa tingkah laku * Semua Manusia muncul Dari dirinya dan pengendapan pengalaman Timbul Dari Yang Sudah-Sudah
4. Teori Yang menyatakan bahwa kebiasaan adalah moralitas, adat, Tradisi Yang dapat berganti-ganti menurut keadaan Zaman, dan Ruang empiris. Teori Suami Dibuat dikemukakan David Hume (1711-1776) seorang empiris menyatakan bahwa tindakan Yang Benar jika dianggap menimbulkan persetujuan Dari Masyarakat.
5. Teori Idealis, bahwa Mutlak ITU moral, akan tetapi Hanya Sampai Arah mengikuti jalan pertengahan, sehingga hasilnya regular tidak memuaskan
Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa bahwa profesi guru adalah profesi yang sangat mulia dan tugas utama pengajar adalah berusaha membimbing, meningkatkan dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan Khaliknya. Tugas ini didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk mulia. Kesempurnaan manusia itu terletak pada kesucian hatinya, untuk itu pendidik dalam perspektif al-Ghazali harus memiliki kesucian jiwa dan kebersihan hati.
Disamping itu seseorang pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi kepribadianya. Diantara sifat-sifat tersebut adalah:
1. Sabar dalam menghadapi berbagai pertanyaan dari murid
2. Senantiasa mengembangkan kasih sayang.
3. Duduk dengan sopan, tidak riya’ dan tidak pamer.
4. Tidak takabur kecuali terhadap orang yang dzalim dengan maksud mencegah tindakannya.
5. Bersikap tawadlu’ dalam pertemuan ilmiah
6. Sikap dan perbuatannya hendaknya tertuju pada topik persoalan
7. Memiliki sikap bersahabat dengan murid-muridnya.
8. Menyantuni dan tidak membentak-bentak orang bodoh.
9. Berani berkata tidak tahu terhadap masalah yang tidak dikuasainya.
10. Menampilkan hujjah yng benar.
Mohammad Athiyah al-Abrasyi menyebutkan beberapa sifat yang harus dimiliki seorang guru dalam mengemban tugasnya sebagai berikut: zuhud, tidak mengutamakan materi, bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwanya, terhindar dari riya’, dengki, permusuhan dan sifat tercela yang lain, ikhlas dalam beramal dan bekerja, mencintai murid , memikirkan murid seperti anaknya sendiri, mengetahui tabiat murid dan menguasai materi pelajaran.
Dari uraian diatas tampak betapa berat tugas dan tanggung jawab seorang guru. Berkaitan dengan berat tugas dan tanggung jawab seorang guru, al-Ghazali lebih lanjut menyebutkan beberapa hal sebagai berikut:
• a. Guru ialah orang tua kedua di depan murid
• b. Guru sebagai pewaris ilmu nabi
• c. Guru sebagi penunjuk jalan dan pembimbing keagamaan murid
• d. Guru sebagai sentral figur bagi murid
• e. Guru sebagai motivator bagi murid
• f. Guru sebagi orang yan memahami tingkat perkembangn intelektual murid
Fenomena modernisme, yang diyakini sebagai pilihan tepat membebaskan manusia dari situasi ketertinggalan, keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, meski dalam arti terbatas menunjukkan kemajuan yang cukup spektakuler, tetapi juga menyisakan persoalan-persoalan yang rumit dan kompleks. Penggunaan rasio yang melahirkan kemajuan IPTEK merupakan embrio ekspansi wilayah, imperialisme. Modernisme, dengan demikian, disamping menawarkan kemudahan-kemudahan bagi manusia, juga memproduksi model-model belenggu baru yang jauh lebih dahsyat. Peter L. Berger mengisyaratkan bahwa modernisme yang dicirikan oleh kemajuan IPTEK tidak lebih dari ideologi yang menutup-nutupi kenyataan imperialisme, eksploitasi, dan ketergantungan.
Justifikasi pernyataan Berger ialah kenyataan lahirnya korelasi a-simetris antara bangsa barat yang menguasai dan mendominasi IPTEK dengan seperangkat nilai budayanya dengan bangsa Timur yang diberi atribut: underdeveloped countries atau eufemismenya, developing countries. Korelasi serupa inilah yang oleh Galtung dikatakan merupakan awal kekerasan, yakni situasi manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensial. Hal ini oleh Simon Weil digambarkan secara ekstrim: kekerasan adalah tindakan yang mereduksi seseorang atau kelompok menjadi barang. Tindakan terakhir dari reduksi itu ialah pembunuhan, yakni mereduksi seseorang menjadi mayat.
6. Rangkuaman
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain:
• Memiliki dan bangga berkompetensi, yakni memiliki Ilmu pengetahuan
• Bangga berdisiplin
• Tahan mental menghadapi kesulitan hidup
• Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka bekerjasama dalam tim)
• Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah
• Bangga bertanggung jawab
• Terbiasa bekerja keras
• Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya
• Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)
• Hormat pada aturan
• Menghormati hak-hak orang lain
• Memiliki moral dan etika yang baik
• Mencintai pekerjaan
• Suka menabung
7. Kesimpulan
Diantara komponen- komponen nilai yang secara sistemik mengakar dalam agama dan lebih mencerminkan karakter inklusif dan universal adalah sistem nilai kultural, sitem nilai sosial, sistem nilai psikologis, sistem nilai tingkah laku manusia yang memuat interelasi dan interkomunikasi dengan sesamanya. Dengan demikian seharusnya dalam pendidikan moral terkandung nilai-nilai humanitarianisme-transendental yang bisa dijadikan sandaran civil ethics yang mampu menggugah kesadaran intrinsik manusia akan adanya pertanggung jawaban moral dalam menunaikan amanahnya masing-masing sebagai abdi dari sang Khalik. Dan aspek transenden yang merupakan unsur eksistensial yang ada dalam setiap diri manusia sebagai human being yang selalu berusaha melewati batas kemanusiaannya atau apa yang disebut transendensi diri menuju kasalehan ritual dan kesalehan sosial.
Pendidikan moral juga harus mempunyai visi etis bagi kehidupan masyarakat, berusaha mengantisipasi dampak perubahan sosial dari akibat revolusi industri dan merebaknya kapitalisme yang berakibat adanya kesenjangan antara yang publik dan yang privat sehingga memudarkan tanggung jawab publik dari warga karena kuatnya dorongan pemuasan kepentingan pribadi. Sehingga pendidikan moral mampu melahirkan sentimen moral dan sikap saling menyayangi sesama.
Visi etis moralitas mengandung arti bahwa setiap masyarakat mempunyai suatu kearifan moralitas alamiah yang lahir dari persamaan-persamaan hak asasi manusia dan persaman dalam menunaikan kewajiban-kewajiban moral, yang darinya individu dan masyarakat bersepakat menciptakan kontrak sosial dalam mengabsahkan formasi-formasi sosial yang eksis menjamin kohesi sosial
8. Penutup
Akhirnya terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya pendidikan moral yang dikemukakan oleh Al-Ghazali maupun Durkheim setidaknya memberikan wawasan baru, ide-ide inovatif dan kontribusi masyarakat modern. Bukan untuk menghentikan laju globalisasi dalam masyarakat modern, tetapi untuk menumbuhkan kesadaran dan komitmen manusia kepada nilai-nilai moral, sehingga dampak negatif dari globalisasi dapat dikendalikan
PUSTAKA
Atiyah al-Abrasyi, Muhammad, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (terj. H. Bustami dan Johar Bahry), Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Amin Abdullah, Antara al- Ghazali dan Kant: Filsatat Etika Islam, (Penerj. Hamzah, Bandung: Mizan, 2002.
ِAl-Ghazali, Muhammad, Ihya’ Ulumuddin, (terj. H. Ismail Yakub), Jakarta: CV.Faizan, 1985.
---------, Jawahirul Qur’an: Permata Ayat-ayat Suci, (alih bahasa : Mohammad Luqman Hakiem), Surabaya : Risalah Gusti, 1995.
----------, al Munqidz minal Dhalal, Kairo : Silsifat al Tsaqofat al Islamiyah, 1961.
A. Sudiarja SJ, “Pendahuluan” dalam Budi Susanto, et al. , Nilai-Nilai Etis Dan Kekuasaan Utopis : Panorama Praksis Etika Indonesia Modern, Yogyakarta : Kanisius, 1992.
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Masalah Pembaruan Pendidikan Islam, dalam Ahmad Busyairi dan Sahil, Azharuddin,Tantangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: LPM UII, 1997.
Abu al-Wafa’ al-Ganimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman; Suatu Pengantar Tentang Tasawuf, (alih bahasa, Ahmad Rofi’), cet. II, Bandung : Pustaka, 1997.
Asmaran AS, Pengantar Studi Tasawuf, cet. II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam, (alih bahasa : al-Baqir), cet. IV, Bandung: Mizan, 1996.
Al-Syaibani OMA, Filsafat pendidikan Islam, (terjemahan Hasan Langgulung), Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, cet. VI, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: Eresco cet. XII, 1993.
AS Homby, EV Galerby dan H. Wakel field, The The Advanced of learner’s Dictionary of current English, London, Oxford University Press, 1973.
Basyuni Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filsuf Muslim, cet. I, Yogyakarta: Al Amin Press, 1997.
Chang, William, Pendidikan Nilai-nilai Moral, Kompas Senin 3 Mei 1999.
Djuretna A. Imam Muhni, Moral Dan Religi Menurut Durkheim Dan Henry Bergson, Yogyakarta : Pustaka Filsafat, 1994.
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (terj. Lukas Ginting), Jakarta : Erlangga, 1990.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, cet. I Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Dadang Hawari, Al-Qur’an; Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Mental, Jakarta : Dana bakti Prima Yasa, 1996.
Dagobert D. Runer,et.al, Dictionary Of Philosophy, New Jersey, littlefield Adam & co, 1971.
Endang Daruni Asdi, Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel Kant dalam Jurnal Filsafat edisi 23 Nopember 1995, Yogyakarta : Fakultas Filsafat Universitas Gajah ada.
Eko Wijayanto, Etika Global untuk masyarakat Global, dalam Kompas, 20 Januari, 2003.
Esposito, John L, Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, (alih bahasa, Eva Y.N), dkk., cet. I, Bandung: Mizan, 2001.
F. Budi Hardiman , Melampaui Positivisme Dan Modernisasi, Diskursus Filosofis Tentang Metode Ilmiah Dan Problem Modernitas, Yogyakarta : Kanisius, 2003.
---------, Kritik Ideologi, Pertautan pengetahuan dan Kepentingan, Yogyakarta : Kanisius, 1993.
Frans Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius,1991.
---------, Etika Dasar ; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta : Kanisius, 1994.
Faisal Ismail, Percikan Pemikiran Islam, Yogyakarta : CV Bina Usaha, 1984.
Giddens, Anthony, Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern, Suatu Analisis Karya-Tulis Marx, Durkheim Dan Max Weber, Jakarta : UI press, 1985.
adari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1985.
Hasan Sulaiman, Fatiyah, Konsep Pendidikan Akhlak Al-Ghazali, (terj. Ahmad Hakim dan Imam Aziz), Jakarta: P3M,1990.
H.M. Zurkani Jahja, Teologi : Pendekatan Metodologi, cet. I, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996.
Berger, Peter L., Pikiran Kembara, Yogyakarta : Kanisius, 1992.
H. A. R. Tilaar, Perubahan Sosial dan pendidikan , pengantar pedagogik Transformatif Untuk Indonesia, Jakarta : PT Grasindo, 2002.
Hikmat Budiman, Pembunuhan yang selalu Gagal ; Modernisme dan Rasionlitas Menurut Daniel Bell, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996.
Hasan al-Basya, Dirasah fi Tarikh al Daulah al-‘Abbasiyah, Kairo : Dar al Nahdhah al-‘Arabiyyah, 1975.
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara,1987.
Mochtar Lubis, (peny.), Menggapai Dunia Damai, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1988.
Haedar Nashir, Krisis Manusia Modern, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet. II, 1999.
Hungtinton, samuel P., Benturan Antar Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia, (terj. M. Sadat Ismail), Yogyakarta: Penerbit Qalam: 1996.
Kung, Hans, Etika Ekonomi-Politik Global, (terj. Ali Noer Zaman), Yogyakarta : Penerbit Qalam, 2002.
. Aria Dewanta, Upaya Merumuskan Etika Ekologi Global, Basis No. 01-02 Tahun ke-52, Januari-Februari 2003.
Ibnu Khaldun, Kitab al-‘Ibar wa Daiwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, Beirut : Muassasat Jammal li al-Tiba’ah wa al-Nasyar, 1979.
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (alih bahasa : A. Mas’adi), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. I, 1999.
Inkeless And Smith, Dalam Dr. Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga , Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Joesoep Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah II, Jakarta: Bulan Bintang, cet. I, 1977.
johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern I, (terj. Robert MZ Lawang), Jakarta : Gramedia Cet.,1994.
John Snarey, Moral Education Emile Durkheim Dan Moral Sozialisation dalam Marvin C, Alkind (ed) , Encyclopedi of educational research (new York, Macmillan Publishing Company, 1992) vol. 3.
Khursyid Ahmad, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (terj. AS Robith), Surabaya : Pustaka progresif,1992.
K. Bertens, Etika, Jakarta : Gramedia, 1994.
Light and Keller, Sociology dan Zenden, The Social experience dalam M. Rusli Karim, Agama, Modernisasi & Sekularisasi, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana, 1994.
L. Laeyendecker, Tata, Perubahan dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi, (terj. Samekto SS), Jakarta: Gramedia,1983.
Margaret Smith, Al-Ghazali The Mystic, Lahore: Kazi Publication, t.t.
M. ‘Umaruddin, The Ethical Philosophy of Al-Ghazali, Delhi: Publisher & Distributors, 1996.
Muslim Nurdin, Moral Dan Kognisi Islam: Buku Teks Agama Untuk Perguruan Tinggi Umum, Bandung : Alfabeta,1993.
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, (alih bahasa Joko S Kahhar dan Supriyanto Abdullah), cet. I, surabaya : Risalah Gusti, 1996.
Musya Asy’ari, Islam, Kebebasan Dan Perubahan Sosial, Sebuah Bunga Rampai Filsafat, Jakarta : Sinar Harapan, 1984.
Musa Asy’arie, dkk., Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, Yogyakarta: LESFI, 1992.
Mahmud Arif, Konsep Pendidikan Moral : Telaah Terhadap Pemikiran al-Mawardi, Tesis Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1990.
M.M. Sharif, A History of Muslim Philosophy, Delhi: Low Price Publications, 1961.
M. Francis Abraham, Modernisasi di Dunia ketiga, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991.
Naisbitt, John Dan Abuderbe, Patricia, Mega Trends 2000, Sepuluh Arah Baru Untuk Tahun 1990-an, Jakarta : Binarupa Aksara, 2000.
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan, Yogyakarta: Raka Sarasin, 1993.
----------, Metodologi Penelitian kualitatif, Yogyakarta : Raka Sarasin, 1989.
Nasih Ulwan, Abdullah, Pendidikan Anak Menurut Islam : Pemeliharaan Kesehatan Jiwa, (terj. Khalilullah Ahmad Masykur), Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1990.
Nouruzzaman Shidiqi, Pengantar Sejarah Muslim, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983.
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan , Teoritis Dan Praktis, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,1985.
Peristiany, J.G, “pengantar” dalam Emil Durkheim, Sosiologi dan Filsafat, (terj. Soedjono Dirdjosisworo), Jakarta: Erlangga, 1989.
Rosseau, JJ, Kontrak Sosial, (terj. Sumardjo), Jakarta : Erlangga, 1986.
Ross Poole, Moralitas Dan Modernitas; Di Bawah Bayang-Bayang Nihilisme, (terj. F.B Hardiman), Yogyakarta : Kanisius, 1993.
S. Waqar Ahmad Hussain, Sistem Pembangunan Masyarakat Islam, (terj. Anas Mahyudin), Bandung: Pustaka, 1983.
Sulaiman Dunia, Al Haqiqat Fi Nazli Ulum Al Ijtimaiyat, (Kairo, Daar al Ma’arif 1971.
Seyyed Hossein dan Oliver Leaman, Routledge History of World Philosophies: History of Islamic Philosophy, Part I, London dan New York: Rotledge, 1996.
Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamiyah, Kairo : Maktabah al-Nahdhah al-Musri, cet. V, 1974.
Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional: Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Jakarta : PT Gramedia, 1983.
Syahrin Harahap, Perguruan Tinggi Di Era Globalisasi, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1998.
Sutrisno Hadi, Metodologi research I, Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 1987.
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1981.
Taufik Abdullah & Van Der Leeden, A.C., Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,1980.
Taufiq Rahman, Moralitas Pemimpin Dalam Perspektif Al-Qur’an, Bandung : Pustaka Setia,1999.
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (alih bahasa, Hartono Hadikusumo), cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental, Jakarta : CV Ruhama, 1994.
Yusuf al Qardawi, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra, (alih bahasa : Abrori), cet. III, Surabaya : Pustaka Progressif, 1996.
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Al Ghazali, Jakarta: Bulan Bintang, cet. I, 1975.
No comments:
Post a Comment